Sorot Kelir Bentara: Keprihatinan Terhadap Anak-anak

Sorot Kelir Bentara: Keprihatinan Terhadap Anak-anak


Sorot Kelir Bentara
KEPRIHATINAN TERHADAP ANAK-ANAK


Selasa, 24 Juli 2018, jam 19.30 WIB bertempat di Balai Soedjatmoko Solo.

Berkelindan dengan hal ihwal anak, Solo memiliki cita-cita mulia: menjadi Kota Layak Anak sesuai kriteria Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Perempuan. Konon, program Kota Layak Anak ini sudah digagas pemerintah pusat sejak 2006. Solo yang kita kenal agak ambisius perkara sematan label-label enggan diam. Kredonya sebagai Kota Budaya, Kota Festival, Kota Kuliner, Kota Sejarah, musti segera ditambahi dengan Kota Layak Anak.

Di antara upaya menjadikan kota ramah bagi anak-anak, Pemerintah Kota Solo memiliki program agak wagu. Program itu: Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB). Kecuali malam minggu anak-anak musti belajar sejak pukul 18.30 s.d. 20.30 WIB. Jam-jam ini melarang anak berkeliaran di luar rumah, apalagi menonton teve atawa film. Wah, bisa berabe! Pemkot berambisi menentukan jam-jam bermaksud intelek bagi anak-anak Solo. Tapi, apakah benar anak-anak Solo bertumbuh cukup sehat dan bahagia dengan agak berjarak terhadap tontonan (baik teve atawa film)?

Indikator Kota Layak Anak (KLA) salah satunya ialah penyediaan pendidikan yang baik, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya. Film sebagai salah satu hasil kerja kebudayaan kami yakini mampu memberi sumbangsih dalam menyampaikan nilai-nilai luhur dan pelajaran sosial. Terhadap anak-anak, keputusan menggunakan film sebagai media penyampai pesan dan berdialog bisa jadi lebih berpeluang lekat dalam ingatan lantas mewujud dalam laku sehari-hari. Ah, kami perlu mengingat pesan Goenawan Mohamad dalam Pada Masa Intoleransi (Ircisod, 2017), bahwa film atawa gambar hidup dapat menjangkau sejumlah besar manusia sekaligus. GM seolah berujar bahwa kita perlu memaksimalkan pemanfaatan film untuk menyebar propaganda-propaganda baik.

Komunitas Pemutaran Film Alternatif Kisi Kelir bekerjasama dengan Bentara Muda Solo bermaksud memutar film-film karya sineas Indonesia yang berkait dengan hal ihwal persoalan anak. Menonton kemudian mendiskusikan film menyoal anak diharapkan dapat membuka kran wacana terkait literasi film-film alternatif dan juga utamanya menyoal permasalahan anak-anak.
Hari Anak Nasional (HAN) tak cuma soal hari di mana Pemkot Solo yang peroleh penghargaan setiap tahunnya. Ia perlu dirayakan agak lebih berlainan. Para orang tua dan anak-anak Solo tak lagi musti berjarak dengan tontonan utamanya film. Sudah saatnya, film menjadi medium agak penting untuk melihat realitas persoalan anak. Untuk kemudian menjadikannya sebagai bahan bakar kontemplasi bagi orang dewasa dan letupan mimpi bagi anak-anak. Anak-anak perlu menonton film-film baik di samping menghafal rumus-rumus rumit.
 

SINOPSIS FILM

JUMPRIT SINGIT
(Indonesia, 2012, Durasi: 09.12 menit, Sutradara: Mahesa Desaga)
Jumprit Singit merupakan sebuah film pendek yang diarahkan oleh sutradara asal malang, Mahesa Desaga. Film ini bercerita tentang seorang anak kecil yang ingin bermain jumprit singit (petak umpet). Namun ketika itu, dia hanya menemukan kesulitan untuk bermain petak umpet karena teman-temannya sedang asik dengan playstation. Suatu ketika dia berjumpa dengan seorang pencuri jemuran yang sedang bersembunyi. Dan saat itu, sang pencuri menginspirasi anak itu untuk mengajak teman-temannya bermain petak umpet. Jumprit Singit telah dirilis pada tahun 2012 lalu. Film ini berhasil menjadi finalis di sejumlah kompetisi film pendek seperti Europe On Screen (2012), Festival Sinema Prancis (2012), dan XXI Short Film Festival (2013).

SINGSOT
(Indonesia, 2016, Durasi: 14 menit, Sutradara: Wahyu Agung Prasetyo)
Seorang anak kecil yang menginap di rumah kakek dan neneknya mengalami kejadian-kejadian menyeramkan setelah mendengar kisah mitos yang diceritakan oleh neneknya. Namun di balik kejadian-kejadian tersebut, ternyata ada suatu hal lain yang tidak disadari. Semua kejadian itu pada akhirnya membuat si anak tidak ingin bersiul lagi.

MAK CEPLUK
(Indonesia, 2014, Sutradara: Wahyu Agung Prasetyo)
Sore hari, ada 7 anak SD sedang bermain di tanah kosong. Mereka adalah Indro, Bardi, Darman, Kirman, Ningseh, Parno, dan Slamet. Indro mengeluarkan pletokan dari dalam tas kecilnya. Akhirnya mereka bermain perang-perangan dengan pletokkan tersebut. Mereka terbagi menjadi dua team dna terjadi baku tembak. Satu persatu mati tertembak sehingga tersisa Ningseh dan Kirman, namun keduanya sama-sama tidak mau kalah.

ASTRONOT
(Indonesia, 2016, Sutradara: Syarief M. Ibrahim)
Seorang anak laki-laki bernama Irfan (6th) memiliki cita-cita yang tinggi yaitu menjadi Astronot. Namun karena ketidak perdulian dari orang tua dan kecerobohan dari Jaka (saudara kandung Irfan) dan teman-temannya membuat Irfan trauma akan cita-citanya sendiri.

Area: