Pameran Seni Rupa Reka Muka

Pameran Seni Rupa Reka Muka

Pameran Seni Rupa  “REKA MUKA”
Karya William Robert

Pembukaan Pameran :
Sabtu, 1 September 2018 jam 19.00 WIB - selesai, dibuka oleh Halim HD.
Hiburan Pembukaan Pameran oleh SOP (Sound of Poems)

Pameran berlangsung pada tanggal 2-7 September 2018, jam 09.00 – 21.00 WIB.

Bertempat di Balai Soedjatmoko Solo.

Sejumlah karya lukisan abstrak digelar oleh William Robert melalui perjalanan parade 10 pameran tunggal yang dijuluki  ‘Restart # 10 ’. Pameran kali ini adalah etape dari  ketiga projek 10 pameran tunggal di beberapa tempat di berbagai kota , antara lain ; Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Bali dll.  Dimana sebelumnya telah digelar di Koi Gallery  Jakarta, dan yang kedua di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta.  Pameran yang diselenggarakan di Balai Soedjatmoko , Bentara Budaya Solo ini mengangkat tema “REKA MUKA” , dibuka oleh Budayawan Halim HD , dan dikuratori oleh AA Nurjaman. Melalui karya-karya terbarunya perupa yang telah menggelar 15 kali pameran tunggal ini , mencoba menanggapi sejumlah persoalan yang dihadapinya di jaman kini.
Ide gagasan serta perhatian William Robert akan apa yang ia persoalkan saat ini terangkum dalam suatu kata ‘cerita’ seperti terdapat dalam sebagian besar dari judul karya-karyanya. “Sejauh Apa Jalanmu Sudah?” (2018), “Memori dan Catatan Cerita # 1” (2018), “Mukaku Perjalanan Seribu Cerita” (2018), “Muka, Cerita dan Catatan” (2018) “Memori dan Catatan Cerita # 2” (2018), “Cerita Tiga Wajah” (2017), “Muka Larut dalam Warna” (2018), “Muka-muka dalam Catatan Tanah” (2018), “Untitled” (2018) “Sang Ambisius” (2018) dan Bertahan dengan Akar”  (2018). Goresan-goresan liris itu mengisyaratkan cerita tentang generasi terkini yang disebutnya ‘generasi Y’, generasi milenial yang begitu mengagumi kedigdayaan sains dan teknologi komputerisasi karena mampu memanjakan eksistensi jiwa-jiwa muda, hingga mengubur kesadaran bahwa mereka sesungguhnya sudah menjadi boneka ekonomi. Bisa dibayangkan akan kelahiran generasi berikutnya yang disebut ‘generasi Z’ yang larut dalam simbol-simbol permainan teknologi serba digital yang lebih dahsyat lagi.
William menyimpulkan kata ‘cerita’ sebagai sesuatu yang hilang dari sosialisasi dengan banyak orang akhir-akhir ini di berbagai tempat dalam berbagai aktifitasnya. Hilangnya cerita itu juga bermakna, hilangnya perhatian orang-orang di jaman sekarang terhadap hal- hal yang bersifat ‘teks’ dan juga ‘ konteks’.Tetapi bagi seniman seperti William, ‘cerita’ yang hilang itu justru menginspirasi lahirnya 19 karya lukisan yang dipamerkannya kali ini. Terdapat sesuatu yang mendominasi dalam setiap karyanya yaitu sketsa-sketsa mata, bulu mata, sayap, bentuk-bentuk apa saja dan goresan-goresan liris sebagai penggambaran memori , cerita, yang mulai sulit didapat atau jarang  diekspresikan oleh  ‘generasi Y’ yang konon akan menuju generasi Z’. Suatu generasi ia anggap hanya begitu fokus kepada gambar namun sedikit sekali menampilkan teks. Eksistensi generasi ini menurutnya sudah mulai berada di rezim visual. Mereka semua dilanda ketergantungan terhadap teknologi elektronik gaget menuju ke generasi yang total pengguna gaget dan media sosial. Tentu William Robert sadar bahwa iapun tahu ini sebuah keniscayaan.

Willian Robert, seniman keturunan Ambon yang dilahirkan di Medan, dibesarkan di Bandung dan sekarang menetap di Jakarta, merintis kepelukisannya bersamaan dengan perintisan pekerjaannya dalam bidang interior dan penata panggung musik.

Apa yang diungkapkan William melalui karya-karyanya dalam pameran ‘Restart # 10 – REKA MUKAnya?  William bermaksud menguak makna teknologi komputerisasi terutama dampak praktisnya terhadap perubahan tata nilai, cara bersikap, cara merasa dan pola-pola hubungan dalam dunia manusia dewasa ini hingga ke tingkat yang teramat pelik. Saking peliknya dampak itu, hingga untuk memahaminya, dengan mengandalkan kajian teoretik ilmiah saja akan terasa terlalu steril dan kerdil. Pada titik inilah, menurut pendapat saya, karya seni dalam bentuk seni rupa, novel atau film, tak terkecuali karya-karya abstraksi William seringkali lebih mampu melukiskan secara efektif tentang kesadaran, imajinasi dan hati manusia akibat kepelikan dunia tekno-praksis yang melanda kehidupan akhir-akhir ini.
Melalui karya-karya abtraksinya, William ingin mengungkapkan realitas yang tidak konvesional meskipun seringkali tersingkap hanya secuil-secuil tetapi selalu menyeruak kepermukaan. Realitas ini adalah khasanah kemungkinan tanpa batas. Dalam karya-karya seni abstraknya yang dipenuhi sketsa mata, bulu mata,sayap, sosok manusia, bibir, dan goresan-goresan liris yang membentuk tubuh manusia, binatang dan daun-daunan, seolah-olah membukakan kebenaran dalam arti kemungkinan yang awalnya dianggap musykil namun kini menjadi nyata, misalnya manusia bisa berpindah tempat dalam sekejap melalui teknologi teleportasi. Dalam ranah pengalaman ‘kebenaran’ realitas sebagai kenyataan dan kemungkinan memang seringkali serumit, seabsurd, sekaligus semempesona dan setakterduga kita sebagai manusia modern. Dalam kehidupan sehari-harinya William seringkali tersiksa oleh kemajuan teknologi dewasa ini. Instagram, suatu teknologi teleportasi yang mampu menghilangkan karakter sebagai manusia. Ia prihatin melihat anak-anak muda sekarang, yang disebutnya ‘generasi Y yang menuju generasi Z’ yang sudah kehilangan jati diri mereka karena larut dengan imaji-imaji viral. Ia juga prihatin dengan karya-karya maestro yang terpajang di museum-museum terhormat yang hanya dijadikan latar belakang  - background media selfie saja. Tetapi sebagai seniman, ia menyadari bahwa dalam memahami sains dan teknologi diperlukan jarak, sebab sains ditujukan untuk menjelaskan hukum-hukum umum dibalik kenyataan, seperti seorang psikiater yang sedang meneliti orang gila, ia akan mengamati perkembangannya secara berjarak dan kritis.
Pada pameran ini,  karya-karya William bisa dijadikan ajang evaluasi untuk menyeret perenungan-perenungan kita tentang apa yang sesungguhnya berharga namun hilang dalam alam teknokratis, tentang kemungkinan-kemungkinan baru teknologi dan sistem-sistem hukum yang menjanjikan sekaligus menakutkan, tentang kemampuan teknologi dalam mengubah tata nilai, perasaan dan imajinasi, dan tentu saja tentang konsekuensi-konsekuensi berat yang harus ditanggung karenanya.  Dititik inilah William menyadari bahwa seni bermaksud untuk menyentuhkannya pada sensibilitas batin manusia yang paling dalam. Sains berkomunikasi pada nalar, sedangkan seni berdialog pada perasaan dan imajinasi. Dan dengan cara itu dimungkinkan karya-karya William memanggil jiwa kita untuk merenungkan apa yang terjadi di sekitar kita, hari ini.

Area: 




Kalender Event September 2018