Ngobrolin Buku "LADU" dan "Cerita Hidup ROSIDI" karya Tosca Santoso

 Obrolan Santai Buku "LADU" dan "Cerita Hidup ROSIDI" karya Tosca Santoso


Obrolan Santai yang akan membahas
Buku "LADU" dan "Cerita Hidup ROSIDI" karya Tosca Santoso.

Bersama:

  • BANDUNG MAWARDI (Kritikus Sastra)
  • YUDHI HERWIBOWO (Novelis)
  • TOSCA SANTOSO (Penulis Buku)


Jumat, 21 Oktober 2016 pk. 19.00 WIB - selesai.
di PAKEM SOLO (Pasar Kembang Lt. 2)

Acara ini GRATIS dan terbuka untuk umum.

--------

Buku: LADU

Cerita perjalanan ke gunung-gunung. Kaliadem, Liangan, Pelataran Dieng, Kelud, Rinjani, Tambora dan Lore Lindu. Ladu memperkenalkan indahnya gunung-gunung, hutan dan nikmatnya kopi Indonesia. Ia juga bercerita tentang daya tahan manusia beradaptasi, menyesuaikan diri dengan bencana vulkanis yang kerap terjadi. Letusan gunung kadang sanggup mengubur peradaban. Tapi, di hari-hari biasa, ia adalah berkah yang membuat petani betah menghuni lereng-lerengnya.

Ada yang hilang dan tumbuh bersama gunung.
Tak ada yang abadi.

Ladu dalam Bahasa Jawa adalah endapan tanah merah. Seperti partikel tuhan, ia pembentuk zat yang hidup dan tak hidup. Ladu adalah awal dan akhir sekaligus.

Buku: CERITA HIDUP ROSIDI

Rosidi seorang tahanan pengganti.
Pada Oktober 1965, ia ditangkap saat berkunjung ke rumah Paman Salna, seorang target operasi tentara. Salna lolos. Rosidi diangkut ke truk, menggantikan pamannya.

Tiga belas tahun, ia jalani beratnya kehidupan tahanan politik di Kamp Panembong, Cianjur. Disela berbagai kerja paksa: gali pasir, menebang rasamala di hutan Cilutung, cari batu untuk proyek jalan Pagelaren-Tanggeung, atau membuka hutan untuk kebun sayur.

International People’s Tribunal memvonis Pemerintah Indonesia bersalah, telah melakukan perbudakan terhadap tahanan politik, 1965-1979. Mereka memaksa tahanan bekerja yang bukan kehendaknya; atau
mengorganisir tahanan bekarja tanpa digaji. Rosidi satu saja dari ratusan ribu, mungkin sejuta orang korban kezaliman, yang melandasi munculnya kekuasaan Soeharto.

“Mang Idi (Rosidi) jangan dendam sama saya,” kate Dadang Mulyadi, komandan Kamp Panembong tak lama sebelum meninggal 1991. Ia berbaring sakit di rumahnya. Rosidi datang menengok. “Ah tidak, Bapak kan hanya jalankan tugas” kata Rosidi. “Saya minta dimaafkan.” “Sudah Pak."

Area: